Hari Kebangkitan Nasional, Diskominfo Gelar Sarasehan
20 Mei 2013
Dibaca Sebanyak = 248x
Sejarah Kabupaten Sumenep terbentuk dari pondasi keberagaman. Pondasi itu lalu menjadi watak yang memproses lahirnya toleransi dan interaksi masyarakat Sumenep sekarang ini. Karakter dan ciri toleransi itu dapat ditemukan melalui ikon religius Masjid Agung yang dikerjakan oleh warga Tionghoa pada masanya.

Demikian sambutan Bupati Sumenep, yang disampaikan Sekretaris Daerah Kabupaten Sumenep, Drs. Hadi Soetarto, M.Si, pada pembukaan Sarasehan Hari Kebangkitan Nasioanal ke 105 yang bertajuk “Pluralisme, Etika dan Kebangkitan Bangsa” yang diselenggarakan oleh Diskominfo pada Minggu (19/05) di Aula STKIP PGRI Sumenep, dihadiri para pemateri, Dr. Ibnu Anshory dari IAIN Sunan Ampel, Dr. Musaheri Ketua STKIP PGRI dan HD. Zawawi Imron.

Menurtnya, Keraton Sumenep yang telah berusia 200 tahun, gaya arsitekturnya mengadopsi perpaduan Eropa, Arab dan Cina dengan mempercayakan kepada arsitek Law Piango dan Ka Seng An dari Cina. Karena itu ia mengajak, semua peserta yang meliputi SKPD, para tenaga pendidik dan siswa sekolah tingkat SMA untuk selalu berkaca kepada KH. Abdurrahman Wahid yang dikenal sebagai pendekar demokrasi dan tokoh pluralisme Indonesia.

“Tak penting apapun suku dan agamamu. Kalau kamu masih bisa melakukan sesuatu untuk semua orang maka lakukanlah. Sebab orang tidak pernah tanya apa agamamu,”ungkapnya.

Menurut Kepala Diskominfo, Drs. H. Yayak Nurwahyudi, mengungkapkan, acara tersebut sangat signifikan untuk menilai kembali terbentuknya sebuah negara modern. Spirit pluralisme di Sumenep, katanya sudah terbentuk jauh dari awal masa-masa kerajaan dan tidak hanya terwujud pada adanya keragaman agama.

Selain itu sangat penting demi kebaikan Sumenep ke depan, bagaiman pluralisme terbentuk pada sikap, perbedaan pendapat dan cara pandang.

Sementara, Dr. Ibnu Anshori mengemukakan, filsafat keragaman yang ada di Sumenep dapat memiliki potensi sebagai etalase nasional apabila didukung oleh empat pilar utama. Penghargaan kepada demokrasi, lingkungan hidup, hak asasi manusia dan penghargaan kepada perbedaan agama. Apabila filasafat keragaman itu diperkenalkan kepada dunia, investasi yang lain dengan sendirinya akan menjadi sektor ikutan.

“Pluralisme bisa menjadi modal dasar bagi kesejahteraan masyarakat,”paparnya.

Ia mengungkapkan, untuk mewujudkan terbentuknya empat pilar pendukung filsafat keragaman yang sudah ada, pemerintah dapat melakukan dialog dua arah.

Menurutnya, pemerintah Sumenep masih mengadopsi kepemimpinan feodal dan gaya orde baru belum turun langsung kelapangan menyerap langsung aspirasi dan keinginan masyarakat. “Harus dibuang gaya yang seperti itu. Mulai sekarang harus dibentuk sikap yang propetik,”tuturnya. ( Rd, Jon, Esha )